•   10 May 2024 -

Sejarah Bola dari Bali United

Korporasi - Marki
11 Juli 2019
Sejarah Bola dari Bali United Foto: Tribunnews

SEPAKBOLA Indonesia mencatatkan sejarah. Dan, Kaltim secara tidak langsung terlibat di dalamnya. Klub sepakbola asal Kaltim, Persisam Samarinda, yang diakusisi duo pengusaha dan kini menjadi Bali United melantai di bursa saham. Dalam penawaran perdana di Bursa Efek Jakarta (BEJ), klub asal Bali itu mendapatkan dana segar Rp 350 miliar. 

Di dunia sepakbola, angka sebesar itu bukan jumlah yang kecil. Sebuah klub sepakbola menghabiskan anggaran Rp 10 miliar setahun. Itu sudah termasuk akomodasi untuk laga tandang dan gaji pemain, bahkan catering setiap hari untuk seluruh pemain. Kebutuhan paling besar bagi klub sepakbola adalah akomodasi untuk setiap laga tandang. Anggaran yang dibutuhkan untuk mengangkut pemain dan official di laga tandang hampir Rp 50 juta. Angkanya bisa berubah, tergantung lokasi pertandingan. 

Persisam Samarinda, sebelum dibeli oleh dua bersaudara tajir Pieter Tannuri dan Yabes Tanuri dimiliki oleh Harbiansyah Hanafiah. Harbiansyah melepas kepemilikannya di Persisam setelah sengketa yang berlarut-larut dengan Pemkot Samarinda. Ditambah kehadiran Persisam Borneo FC. Transaksi terjadi pada 2015 lalu. 

Di tangan Yabes bersaudara, Bali United disulap menjadi pendatang baru yang disegani. Tahun pertamanya berdiri, Yabes mendatangkan Indra Sjafri untuk menjadi pelatih. Indra ketika itu baru saja merampungkan tugasnya sebagai pelatih Timnas Indonesia U-19. Indra adalah penemu bakat-bakat muda Indonesia seperti Evan Dimas, Ilham Udin dan Maldini Pali. 

Performa Bali United terus meningkat. Pada 2016, Bali United finish di posisi dua Liga 1. Itu adalah kasta tertinggi sepakbola di Indonesia. Pelatihnya kala itu Indra Sjafri. Tactician asal Lubuk Nyiur, Sumatera Barat itu berkarir selama tiga tahun di Bali United. Dialah yang meletakkan pondasi tim. Dia juga memboyong para penggawa mudanya di Timnas U-19 ke klub tersebut. 

Puncak aksi brilian Yabes bersaudara adalah membawa Bali United “merumput” di bursa saham, Juni lalu. Di hari pertamanya, klub itu meng-collect dana hampir setengah triliun. Langkah yang brilian dan berani. Ini adalah klub pertama di ASEAN yang masuk ke pasar saham untuk mencari tambahan modal. Di Asia, sudah ada klub China yang terlebih dahulu melakukan hal serupa.  

Bagi klub lainnya di Indonesia, Bali United adalah percontohan. Bila emiten Bali United bertahan hingga tiga bulan ke depan, bisa jadi langkah serupa akan diikuti oleh tiga tim besar lainnya. Gelontoran dana besar yang didapatkan oleh klub baru di IPO perdananya tentu membuat klub lainnya ingin mengikuti langkah serupa. Siapa tak Kenal Persija Jakarta dengan Jakmania. Atau Arema Malang dengan Aremania. Juga Persib Bandung dengan Bobotoh. Tiga klub itu memiliki jaringan penggemar yang jauh lebih besar dari Bali United. Bicara klub dengan basis penggemar, Persebaya Surabaya dan PSM Makassar pantang untuk tak disebut. Dua klub itu memiliki penggemar yang tersebar seantero pulau. 

Tujuan perusahaan untuk masuk ke pasar publik adalah menarik tambahan modal dari pelaku pasar. Apalagi, membeli saham kini lebih mudah. Saat perdagangan perdana, saham IPO Bali United senilai Rp 175. PT Bali Bintang Sejahtera, perseroan yang namanya tercatat di bursa dan menjadi pengelola Bali United melepas 2 miliar saham di hari pertama. Gerai dibuka di Denpasar, Bali untuk memudahkan fans klub bola itu berpartisipasi. Kode emiten Bali United adalah BOLA. 

Sebelumnya, ketika akan melepas saham klub, pengelola Bali United sudah memberikan penjelasan bahwa dana yang mereka dapat akan digunakan untuk melakukan berbagai pekerjaan. Perseroan akan memperbaiki stadion dan melakukan pola pembinaan pemain lokal. Menurut pandangan Yabes bersaudara, pekerjaan besar yang mereka rencanakan bertujuan untuk membesarkan klub. 

Klub yang baik harus memiliki pembinaan pemain. Klub juga harus memiliki stadion yang layak untuk mengajak para pendukung datang dan menonton. Dana penjualan tiket bisa menjadi pemasukan bagi klub. Di Indonesia bukan rahasia bila tidak ada klub sepakbola yang memiliki lapangan sendiri. Lapangan yang dimiliki klub berstatus pinjam pakai milik pemerintah atau sewa. Dengan semua rencana itu, klub membutuhkan banyak uang. Masuk ke bursa saham dianggap sebagai solusi cepat mendapatkan dana. 

Bagi Indonesia, ini adalah sejarah. Sejarah pertama yang bisa saja menjadi penentu keberlangsungan sepakbola kita. Di Inggris, yang pengelolaan klub sepakbolanya dianggap sangat berhasil, ada beberapa klub yang sahamnya terdaftar. Manchester United milik Malcolm Glazer bahkan sudah bermain sejak 1990. Dalam sejarahnya, klub sepakbola yang masuk ke bursa saham tak selalu berakhir menguntungkan. Ada banyak cerita yang berkebalikan. Tetapi, bagi Indonesia, ini bukan soal untung-rugi. Ada harapan besar yang sedang disemai. Harapan bahwa industri bagi dunia sepakbola Indonesia tak hanya sekadar mimpi. (*/Ikram Alqodrie)




TINGGALKAN KOMENTAR