•   19 May 2024 -

Basa-basi Ujian Capim KPK di DPR

Nasional -
11 September 2019
Basa-basi Ujian Capim KPK di DPR Koalisi masyarakat sipil menggelar aksi simbolik penutupan lambang KPK dengan kain hitam sebagai bukti pelemahan pemberantasan korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu, 8 September 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

KLIKKALTIM -- Proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memasuki tahap akhir. Sebanyak 10 capim KPK tersisa akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi Hukum DPR mulai Rabu (11/9).

Mereka yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan itu adalah Alexander Marwata (KPK), Firli Bahuri (Polri), I Nyoman Wara (auditor), Johanis Tanak (Kejaksaan Agung), Lili Pintauli Siregar (advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen), Nawawi Pomolango (hakim tinggi), Nurul Ghufron (dosen), Roby Arya (ASN), dan Sigit Danang Joyo (ASN).

Keberadaan 10 nama hasil kerja Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK itu pun disebut peneliti ICW Kurnia Ramadhana sebagai bagian upaya melemahkan KPK.

Kurnia mengatakan pihaknya kecewa dengan kinerja Pansel karena tidak mempertimbangkan rekam jejak capim KPK, sehingga nama-nama yang diduga bermasalah pun lolos.

"Dari nama-nama yang disampaikan kepada Presiden, sayangnya masih terdapat beberapa nama yang diduga memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas," ucap Kurnia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (3/9).

Pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023 kini berada di tangan Komisi III. Namun, proses uji kelayakan dan kepatutan yang akan berlangsung disebut hanya sekadar basa-basi saja dari aspek hukum.

Uji kelayakan dan kepatutan untuk memilih lima dari 10 nama yang dicalonkan disebut tak lebih dari proses politik yang dilakukan oleh Komisi III.

"Ya, namanya politik," kata pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (10/9).

Menurutnya, proses pemilihan yang sebenarnya di Komisi III terjadi di balik layar. Dia menduga proses lobi-lobi politik akan menentukan seseorang lolos atau tidak menjadi pimpinan KPK mendatang.

Terpisah, pakar hukum Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Umar Husein mengatakan seleksi pimpinan KPK seharusnya dilakukan oleh presiden yang merupakan panglima dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurutnya, proses seleksi dengan melalui uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III akan kental dalam proses lobi-lobi politik yang menimbulkan rasa utang budi pada calon terpilih nantinya.

"Saya sudah kritik, karena ini instrumen eksekutif dan panglima pemberantasan korupsi di presiden jadi biar presiden pilih personelnya," kata Umar.

Menurutnya, proses seleksi yang hasil akhirnya ditentukan Komisi III ini juga akan membuat calon terpilih nantinya tidak bergerak lugas dalam menangani kasus korupsi.

Sebab, lanjutnya, anggota DPR termasuk dalam salah satu objek yang kerap melakukan tindak pidana korupsi.

"Jadi tidak lugas," ujarnya.

Meski begitu, Umar menyarankan agar Komisi III tidak terburu-buru menentukan nama capim KPK terpilih. Ia berharap, Komisi III melakukan uji publik untuk mencari informasi tentang rekam jejak capim KPK lebih dahulu.

"Cek apakah punya prestasi dalam pemberantasan korupsi, bagaimana rekam jejaknya. Kalau Komisi III punya waktu, beri kesempatan untuk uji publik, cari informasi publik," tutur Umar.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno berharap Komisi III tidak memilih nama capim KPK yang sudah diprotes oleh publik.

Dia meminta Komisi III tidak politis dalam menggunakan kewenangannya untuk memilih capim KPK.

"Kalau mau cari pimpinan KPK jangan politis. Partai politik harus mendengarkan suara-suara itu," ujar dia.

Pansel Capim KPK resmi menyerahkan 10 nama yang telah disaring melalui serangkaian seleksi, kepada Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/9).

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih bersama anggota pansel lainnya diterima langsung oleh Jokowi di sebuah ruangan di Istana Merdeka. Jokowi pun menyalami satu per satu anggota pansel.

Seleksi capim KPK periode 2019-2023 memang menuai protes sejak masa pendaftaran. Gelombang protes semakin terdengar usai Panitia Seleksi Capim KPK meloloskan 20 calon di tahap profile assessment.

Di antara 20 nama itu, diduga terdapat calon yang tidak membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga beberapa nama yang punya catatan kelam masa lalu.

 

Sumber : cnnindonesia.com




TINGGALKAN KOMENTAR