•   26 April 2024 -

Utang BUMN Menggunung dalam 5 Tahun, Naik 10 Kali

Bisnis -
27 Desember 2019
Utang BUMN Menggunung dalam 5 Tahun, Naik 10 Kali

KLIKKALTIM.com -- Lembaga pemeringkat global, Moody's Investor Service merilis laporan yang menunjukkan bahwa BUMN di kawasan Asia Pasifik kecuali China menjadi sumber risiko kontijensi atau risiko ketidakpastian terkait perolehan laba atau rugi pada neraca pemerintah.

Menurut riset Moody's tersebut, beberapa BUMN di Indonesia, Taiwan, Thailand, India, Korea dan Malaysia menunjukkan outlook utang yang mengkhawatirkan.

Beberapa indikator yang digunakan oleh Moody's untuk melihat adanya risiko kontijensi tersebut antara lain rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio/DER), kemampuan bayar utang (interest coverage rasio/ICR), rasio balik modal (retun on equity/ROE) serta persentase utang terhadap PDB BUMN.

Sejak awal tahun ini, tercatat utang luar negeri BUMN RI terus mengalami tren peningkatan. Dari periode Januari-Juli, ULN BUMN sudah naik lebih dari US$ 6,3 miliar atau naik 13,8%. Proporsi utang BUMN terhadap total utang luar negeri swasta pada Juli 2019 tercatat mencapai 26,7%. Naik 2,7 basis poin bila dibandingkan dengan ULN swasta pada awal tahun ini.

Utang luar negeri (ULN) BUMN Indonesia hingga Juli 2019 mencapai US$ 52,8 miliar. Kata Moody's, utang BUMN Indonesia terbilang mengkhawatirkan dan berdampak pada adanya risiko kontijensi atau ketidakpastian untuk RI.

Memang, berdasarkan laporan tersebut, beberapa BUMN Indonesia yang disorot dalam laporan Moody's adalah PT Waskita Karya Tbk. (WSKT), PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA), PT Adhi Karya Tbk. (ADHI), PT Kimia Farma Tbk. (KAEF), PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) dan PT Indofarma Tbk. INAF).

Pertumbuhan utang BUMN karya menduduki posisi teratas, di mana total utang WSKT yang awalnya hanya Rp 9,7 triliun di tahun 2014, pada akhir Juni 2019 melesat hingga Rp 103,7 triliun atau naik 970% dalam 6 tahun.

Berbeda dengan emiten batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), yang dalam periode yang sama total kewajiban perusahaan hanya naik 16,6%, dari Rp 6,1 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 7,2 triliun di paruh pertama tahun ini.

 

Waskita Karya Paling Tinggi

Sementara itu, meskipun pertumbuhan utang WSKT paling tinggi, namun nilai utang terbesar dibukukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan nilai mencapai Rp 4.214,1 triliun. Kemudian disusul oleh GIAA dengan perolehan Rp 3.568,2 triliun dan KRAS sebesar Rp 2.572,1 triliun.

Sementara itu, Adhi Karya tercatat saat ini memiliki DER sebesar 137,5%. Namun, manajemen ADHI menyebut nilai tersebut masih dalam batas yang cukup aman untuk membiayai project-project perseroan ke depan.

"Itu angka yang cukup aman," kata Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto, kepada CNBC Indonesia, Selasa (17/9/2019).

DER mengalami peningkatan karena Adhi Karya banyak mengerjakan proyek dengan skema turn key, artinya pembayaran baru bisa dilakukan setelah proyek rampung. Dengan demikian, masalah cashflow negatif yang menjadi tantangan perseroan dapat mulai teratasi.

"Beberapa proyek turn key ini ada penyelesaian, ini akan memperbaiki cashflow," ungkapnya.

Sementara itu, rasio utang terhadap modal (DER) Waskita Karya, menurut catatan Moody's yang sangat tinggi mencapai 359,1%.

Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan, mengakui, DER perseroan meningkat sejalan dengan masifnya pemerintah membangun proyek-proyek infrastruktur. Meningkatnya utang perseroan juga berimbas kian besarnya beban bunga yang harus ditanggung perseroan.

Namun, dia meyakini, pada tahun ini, rasio DER akan diturunkan ke level 2,2 kali. "Target kita debt to equity ratio kalau sekarang 2,7 kali, akhir tahun 2,2 kali," kata Haris, saat paparan publik di Bursa Efek Indonesia, belum lama ini. 

 

Sumber : cnbcindonesia.com




TINGGALKAN KOMENTAR