•   16 May 2024 -

KPK Soroti Pengadaan di ULP Bontang

Bontang - Ichwal Setiawan
31 Oktober 2017
KPK Soroti Pengadaan di ULP Bontang Ilustrasi

BONTANG.KLIKKALTIM - Empat orang dari divisi pencegahan tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap rencana aksi Pemerintah Kota Bontang untuk mencegah praktik korupsi terintergrasi.

Kegiatan digelar di Pendopo, Rumah Jabatan Walikota Bontang, jalan Awang Long, Kecamatan Bontang Utara, Selasa (31/10). Kegiatan ini dihadiri langsung Walikota Neni Moerniani, didampingi Kepala Inspektorat Daerah, Hari Bambang Riyadi serta seluruh pejabat eselon di lingkungan Pemkot Bontang.

KPK fokus menyimak presentasi kinerja di tiga instansi, yakni Dinas Penanaman Modal, Tenaga Kerja, Perizinan & PTSP, kemudian Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang) dan Unit Lelang Pengadaan (ULP). Pantauan media ini, tim memberikan catatan khusus bagi ULP Bontang.

Kepala ULP Bontang, Amiruddin mengatakan sejauh ini aplikasi milik pengadaan milik pemerintah e-procurement terkendala keterbatasan internet. Untuk mengatasi masalah itu, pihaknya membuka dua kantor, salah satu kantor di lokasi yang memiliki jaringan internet baik.

“Rencana aksi kami, ada 16 Standar Operasional (SOP) yang telah dibentuk dan rencana bakal melakukan penguatan SDM ke Makassar,” kata Amiruddin saat menyampaikan kinerja ke Tim KPK.

Untuk tahun 2017, paket lelang yang telah terlaksana sebanyak 58 paket dari total 64 kegiatan dengan estimasi anggaran sebesar Rp 225 miliar. Masih ada satu paket dengan nilai besar, namun implementasinya masih dalam proses karena menggandeng intansi dari pusat.

Menanggapi laporan tersebut, Tim KPK diwakili oleh Tri Haryati menanyakan terkait mekanisme Pengadaan Langsung (PL). Tri mengaku, temuan di sejumlah daerah potensi korupsi justru terjadi pada pos belanja ini.

Menurutnya, jumlah biaya untuk PL memang tergolong kecil hanya maksimal Rp 200 juta. Namun, apabila dikalkulasi dirinya yakin jumlahnya bisa lebih besar ketimbang paket pekerjaan yang masuk dalam ULP.

“PL ini bisa lebih besar ketimbang paket pekerjaan yang dilelang,” kata Tri.

Untuk itu, pihaknya meminta agar mekanisme PL dilakukan secara sistematis melalui satu pintu. Misalnya ULP mengkoordinir seluruh kegiatan PL di tiap-tiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pasalnya, beberapa temuan di daerah pengadaan kertas tiap OPD berbeda. Hal ini berpotensi rawan tindak korupsi.

Dia menambahkan, selain mekanisme PL, penguatan SDM pun tak hanya difokuskan terhadap sertifikasi melainkan pertimbangan lainya, misalnya negosiasi. Selain itu, analisis risiko juga perlu mencamtunkan mitigasi penanganan agar pelaksanaan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku.(*)




TINGGALKAN KOMENTAR