•   19 April 2024 -

Erau Ditutup dengan Belimbur, Bupati Rita Malah Gembira Disiram Air oleh Warga

Kutai Kartanegara - Zaenul Fanani Umar | KLIKTENGGARONG.COM
31 Juli 2017
Erau Ditutup dengan Belimbur, Bupati Rita Malah Gembira Disiram Air oleh Warga Bupati Kukar, Rita Widyasari disiram air warga saat prosese belimbur, Ahad (30/7/2017). (facebook RITA)

KLIKKALTIM.COM- Penutupan Festival Adat Kutai Erau atau Erau International Folk Arts Festival (EIFAF) menjadi ajang yang ditunggu-tunggu masyarakat Tenggarong, Kalimantan Timur, dan juga wisatawan lokal dan mancanegara.

Sejak Ahad pagi (30/7/2017), masyarakat berduyun-duyung mendatangi Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, yang kini menjadi Museum Mulawarman. Ribuan pengunjung menunggu setia di halaman keraton.

Apa yang ditunggu-tunggu masyarakat tersebut adalah upacara adat Belimbur. Belimbur adalah ritual penyucian diri setelah pelaksanaan Erau.

Bupati Kukar, Rita Widyasari disiram air warga saat prosese belimbur, Ahad (30/7/2017).

"Belimbur mempunyai makna membersihkan diri kita. Selama pelaksanaan Erau, berbagai macam tabiat dan perbuatan yang kita lakukan tanpa menyadari, maka dengan Belimbur akan kembali bersih," ujar Menteri Pelestarian Nilai Budaya Adat Kesultanan Kutai Kartanegara, Haji Aji Pangeran Aryo Kusumo Puger.

Semua bersuka cita pada Belimbur. Saling serang dengan menyiramkan air di halaman Museum Mulawarman, penyiraman dibantu tiga mobil pemadam kebakaran. Dua mobil pemadam kebakaran di dalam lingkungan museum, sedangkan satu mobil lainnya di luar istana persis di tepian Sungai Mahakam.

Belimbur tak hanya berlangsung di sekitar Museum Mulawarman tetapi juga terjadi di setiap sudut kota. Di depan rumah, masyarakat sudah bersiap dengan perlengkapan tempurnya, seperangkat selang yang dialiri air dan ember untuk menyiram pengendara dan pejalan kaki yang lewat.

Di jalan-jalan kota yang berjuluk kota raja tersebut, para muda-mudi saling melemparkan air yang dibungkus di plastik. Tua dan muda bersuka cita dalam kegiatan penyucian diri tersebut. Semuanya basah, semuanya bergembira ria. Ada satu syarat dalam kegiatan adat ini yakni masyarakat yang disiram tidak diperkenankan untuk marah.

Sementara, sejumlah warga menyiramkan ember berisi air ke badan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, saat dia melintas di Kota Tenggarong. Hasilnya, seluruh badan Bupati Rita basah kuyup. Alih-alih marah atas tindakan warganya itu, Bupati Rita justru merasa gembira bahkan sesekali tertawa lepas dengan warga yang menyiramnya.

"Hanya di Kutai Kartanegara, disiram di jalan nggak boleh marah," ujar Rita Widyasari.

Wajar bupati canti ini tidak marah. Pasalnya, siram air di jalan atau Belimbur merupakan tradisi saling menyiramkan air kepada sesama anggota masyarakat yang merupakan bagian dari ritual penutup Festival Erau yang telah berlangsung dari tanggal 22 hingga 30 Juli 2017.

Tradisi ini menjadi wujud rasa syukur masyarakat atas kelancaran pelaksanaan Erau. Selain itu, Belimbur memiliki maksud filosofis sebagai sarana pembersihan diri dari sifat buruk dan unsur kejahatan. Air yang menjadi sumber kehidupan dipercaya sebagai media untuk melunturkan sifat buruk manusia.

Belimbur juga harus dengan niat yang baik dan tak jarang apa yang diinginkan itu terkabulkan. Bupati Kutai kartanegara, Rita Widyasari menceritakan pada 2011, dirinya ingin agar kabupaten tersebut mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Berkat niat baik dan kerja keras, hal itu tercapai. Kini Kutai Kartanegara mendapatkan opini WTP selama lima tahun berturut-turut.

Mengulur naga Tradisi Belimbur, tak bisa dilepaskan dari Mengulur Naga, yakni tradisi melarungkan replika naga jantan dan betina sepanjang 16 meter ke Kutai Lama yang berada di Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara.

Konon menurut riwayat, naga tersebut awalnya ulat yang ditemukan sepasang suami-istri,Petinggi Hulu Dusun dan Babu Jaruma, saat membelah kayu kasau. Ulat kecil itu kemudian dipelihara dengan baik bak anaknya sendiri. Pasangan suami-istri berusia lanjut tersebut memang sangat menginginkan kehadiran anak.

Hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun, ulat itu membesar menjadi naga yang menakutkan masyarakat. Tak ingin menakutkan, naga tersebut kemudian meminta untuk dibuatkan tangga untuk merayap menuju Sungai Mahakam.

Naga tersebut menyelam, timbullah angin topan, air begelombang, hujan, guntur, dan petir bersahutan. Tak lama, permukaan sungai dipenuhi gelembung buih.

Setelah didekati, di gelembung buih itu terdapat bayi perempuan yang berbaring di dalam gong. Gong semakin meninggi dan nampaklah naga menjunjung gong berisi bayi tersebut.

Semakin lama, naga yang menjunjung bayi itu semakin tinggi dan nampaknya binatang aneh yakni Lembu Suwana menjunjung naga dan gong. Lembu Suwana dan Naga itu kemudian masuk ke dalam air dan tinggallah gong yang berisi bayi itu.

Menurut hikayat, anak itu dikemudian hari dikenal dengan Putri Junjung Buih atau Putri Karang Melenu yang merupakan ibu dari sultan-sultan Kutai Kartanegara. Oleh karena itu, pada perayaan Erau selalu dilakukan acara Mengulur Naga. Sesampai di Kutai Lama yang merupakan tempat asal naga, badan naga dilarung sedangkan kepala dan ekornya dibawa ke istana.

"Sedangkan kainnya yang menjadi pembungkus badan naga dibagikan ke masyarakat. Masyarakat di Kutai Lama berebut mengambil kain tersebut karena dipercaya sebagai pembawa keberuntungan," jelas Sri Wahyuni.

Belimbur baru dimulai setelah Air Tuli tiba. Air Tuli merupakan air yang berasal dari tempat suci di Kutai Lama. Air Tuli diambil, kalau sekarang dengan kapal cepat, setelah itu diserahkan ke Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Haji Aji Muhammad Salehuddin II, di rangga tinggi. Rangga titi sendiri yakni balai yang terbuat dari bambu kuning.

Sultan memercikkan Air Tuli ke dirinya sendiri dengan mayang pinang lalu setelah itu, dipercikkan ke orang-orang di sekelilingnya. Saat Sultan memercikkan air ke orang di sekitarnya itulah yang menjadi tanda "Belimbur" dimulai.

Belimbur menandai penutupan Festival Adat Kutai Erau atau Erau International Folk Arts Festival (EIFAF) 2017 yang diselenggarakan dari 22 Juli hingga 30 Juli. Jika dulunya Erau diadakan pada acara besar kesultanan seperti penobatan raja atau pengangkatan putra mahkota, maka saat ini Erau dilangsungkan setiap tahunnya dan menjadi festival budaya. Kini, festival Erau menjadi festival yang ditunggu masyarakat.(*)




TINGGALKAN KOMENTAR